Friday, October 7, 2022

A Glimpse

Seandainya saat itu aku memutuskan untuk tidak menggubrismu
Apakah senyum di wajahku beberapa hari belakangan ini akan tetap sama?
Malam tiba, dan aku bersimpuh memohon ampun dan medoakanmu
Untuk setiap sikap egois yang keluar dariku untuk menjagamu
Didalam doa ini,
Aku meminta pengampunan pada tuhan karna dengan berani mencintai hambanya yang sudah mengucap janji setia

Egoku tinggi, namun di hadapanmu aku bisa menghilangkannya
Rasaku mungkin terlalu dalam untukmu
Lalu, masih di hadapanmu
Aku bisa meredam amarahku yang gampang meledak ini
Nafsuku yang biasanya menggebu bisa ku kuasai dengan baik
Gangguan yang biasanya ku lakukan untuk mencari perhatian kali ini tertahan
Galau yang sering menghampiri berhasil ku usir dengan baik
Apakah jatuh cinta memang selalu seperti ini?

Aku tidak paham, 
Bagaimana caranya mencintai seseorang dengan benar
Dan kali ini akupun masih belajar ketika memutuskan mencintaimu
Ini tentu saja bukan hal yang aku harapkan
Tapi perasaan yang sudah tumbuh ini tidak bisa ku hentikan atau ku abaikan
Ya, walaupun seharusnya ku bunuh saja dari awal
Agar aku tidak menyakiti siapa siapa

Gelapnya warna hitam bahkan tidak akan mampu menutupi perasaanku padamu
Intuisiku yang dari awal selalu mengarah kepadamu
Rindu rindu yang kupaksa kubur ketika berhadapan dengan kenyataan
Inilah pertama kalinya dalam hidupku mencintai seseorang dalam keadaan normal
Normal, kamu tidak salah membacanya
Dikarnakan seperti itulah adanya
Rasa cintaku padamu membuatku belajar mencintai dengan normal
Aneh bukan? padahal aku tahu tidak akan pernah bisa memilikimu

Waktu aku mengatakan "im yours"
Andai kau bisa mendengarkan debaran hatiku saat itu
Rasanya aku hanya bisa pasrah menunggu responmu
Dalam hati aku diam diam berharap, semoga kelak kamu bisa membalas perasaanku
Hanya sedikit saja, tidak perlu sedalam aku
Anggap saja hanya seujung kuku ku
Namun sepertinya itupun sulit bagimu
Aku paham, namun aku tetap mencintaimu

Sampai akhirnya kau jatuh cinta lagi dengan perempuan lain
Indah kembali ku lihat raut wajah dan senyummu
Meskipun aku rasanya setengah mati menahan sakit
Aku katakan pada diriku
Tidak apa, yang penting aku bisa melihat senyum bahagiamu lagi
Untukmu, semua rasa sakit ini bisa ku redam
Pancarkan saja wajah memerah kasmaranmu
Agar aku bisa mengelus dadaku sambil berkata semua akan baik baik saja
Namun dalam hati aku tetap selalu berdoa 
Galauku hari ini, sakitku hari ini, semoga kau tidak akan pernah merasakannya, bahagialah selalu.

Wednesday, July 20, 2022

20 Juli 2022

Seperti anak kecil yang sedang belajar mengayuh sepeda

Kau memegangiku dari belakang, sambil menemaniku mengayuh pedal

Tangan besarmu di pundakku membuatku merasa aman dan terlindungi

Mataku menatap lurus kedepan, melihat jalanan luas

Beberapa kali ku dengar suara beratmu memanggil namaku

Dan mengatakan semuanya akan baik-baik saja


Aku tidak tahu bagaimana jadinya sampai sejauh ini

Jalan yang ku tempuh bersamamu, padahal ku kira kau hanya akan menemani sebentar

Karna tanggung jawabmu bukan aku

Singgah semenit, sejam, sehari, seminggu, sebulan, bahkan setahun

Tidak akan merubah kenyataan

Apa yang bukan milikku, tidak akan menjadi milikku


Kepalaku berpikir kembali, 

Bagaimana ya, aku sudah terbiasa dengan tangan besarmu yang memegang pundakku

Telingaku sudah terbiasa mendengar suaramu memanggil namaku

Bahkan jika semua ini adalah kesalahan, dan waktu berputar kembali

Akan ku ulang setiap langkahnya untuk kembali menemukanmu


Aku bahkan sudah tidak perduli lagi apakah ini sebuah kesalahan atau tidak

Yang aku tahu, aku ingin terus bersamamu dan melihatmu tersenyum

Tentu saja aku tahu posisiku sebagai apa dan siapa untukmu

Namun yang sudah terjadi, itulah yang terjadi


Aku tidak akan pernah memintamu untuk terus bersamaku

Aku tidak akan pernah menyatakan kepada dunia kamu milikku

Aku tidak akan pernah menuntut waktumu untukku

Aku tidak akan pernah menyakitimu, 

dan apabila aku melakukannya tanpa sengaja aku yang akan menghukum diriku sendiri


Hanya saja izinkan aku untuk menemanimu, menyangimu

Dan menjadikanmu sebagai orang yang paling ku suka dalam hidupku

Karna aku mulai takut dengan bayangan hidupku tanpa melihat senyummu

Aku tidak perduli dengan siapa kamu tersenyum

Asalkan tersenyum dan bahagia

Itu lebih dari cukup

Tuesday, November 16, 2021

Dear Tata




Tata, sebenernya aku sama El udah nulis surat gitu. Tapi gajadi dikasih, karna malu dan awkward. Terus aku pribadi juga ngerasa lebay sekali cuma ditinggal 3 tahun aja kirim surat. Macem Cinta ditinggal Rangga. Aku anaknya sensitif, cengeng, perasa, bahkan mantanku bilang aku drama queen, lol. Inti dari tulisan ini, aku cuma mau Tata inget, Tata adalah salah satu teman yang berharga buat aku. Terima kasih selama ini udah sering jadi pendengar yang baik, nemenin disaat aku butuh, ngarahin aku pas lagi salah jalan, dan jadi temen serasa saudara. 

Aku belajar banyak dari Tata, dan aku berharap kedepannya nilai nilai positif dari Tata bisa aku ikutin. Mulai dari belajar lebih tegas, belajar mix and match baju haha, belajar sosialisasi, belajar pilah pilih temen, dan belajar ngehargain diri sendiri. Hidupku dari tahun 2018 mirip wahana Dufan, ga jelas, bikin panik, teriak, bikin trauma, tapi karna aku masih punya temen temen yang baik. Jadi aku bisa enjoy disetiap wahananya. 

Aku udah keliling kesana sini, dari di tinggal meninggal adek sendiri, kehilangan salah satu temen deket, ngerasain pahit manis di tempat kerja, bulak balik psikolog dan psikiater, ketemu partner yang waw bikin ngelus dada, di putusin pas lagi sayang sayangnya, sampe di gibahin mantan dimana-mana, lol. Semua itu aku lewatin ga sendirian, makanya aku engga jadi masuk RSJ. Masih punya temen yang bisa nyadarin buat ga gila gila banget. 

Sekarang, waktunya Tata buat cari pengalaman baru, ditempat yang baru. Aku yakin 3 tahun lagi pas Tata balik, Tata pasti jadi pribadi yang jauh lebih baik dan keren lagi dari sekarang. Kalo Tata ngerasa kangen rumah, kangen Indonesia, kangen Jagakarsa, telfon aku sama El aja. Nanti kita akan up to date perkembangan Jagakarsa dan sekitarnya haha. Doain aku bisa nyusul Tata kesana, siapa tahu dapet jodoh bule. 

Tata baik baik disana ya, cari temen dan pengalaman baru yang banyak. Kalo ada problem, aku 24 jam stand by buat Tata. Jangan di pendem sendiri ya. Inget, Tata tuh keren, pinter, care, sopan, baik, jangan minder ya. Tata punya banyak kelebihan yang bisa dibanggain. Aku aja bangga jadi temennya Tata muehehe. 

Ya pokoknya selamat jalan, hati hati.                                                                                                          Sampai ketemu 3 tahun lagi. eh 2 deng kalo aku bisa nyusul. 

Noted: sengaja kasih mv jkt so long biar gimana gitu.


Monday, May 18, 2020

Dan beberapa minggu setelahnya

Baju itu sudah ku lipat dengan rapih
Sejenak aku ragu, harus kah aku sejauh ini?
Tapi aku juga tidak bisa bohong, sekecil apapun kenangan tentangmu
Benar-benar semenyakitkan itu bagiku
Kenapa ya?
Entah, aku juga bingung

Yang pasti, setiap teringat tentangmu pertanyaan itu selalu muncul
Kenapa?
Kenapa dulu semudah itu kamu mengucapkan janji-janji itu?
Apakah kamu yang terlalu mudah mengucapkan janji?
Atau aku yang terlalu bodoh pecaya dengan omonganmu dan menganggapnya janji?

Aku sakit
Saking sakitnya, aku tidak bisa mengeluarkan suara saat menangis
Kenapa semua secepat itu berubah?
Kenapa tidak bisa diselesaikan baik-baik?
Kenapa semudah itu melepaskan?
Apa aku mirip mainan untukmu?
Boneka kah? Mobil-mobilan? atau mungkin masak-masakan?
Apa arti aku, bagimu?

Aku ingin benci
Sering sekali saking tidak kuat menahan sakit, aku ingin membencimu
Tapi ternyata tidak mudah,
Kenapa ya?
Apa karna aku tidak bisa lupa dengan kebaikanmu?
Atau karna aku tidak bisa lupa dengan kenangan yang sudah kita jalani?
Atau karna aku memang segitu sayangnya sampai membenci mu saja tidak bisa?.

Aku lucu ya?
Sekarang, kamu sedang tertawa kah?
Aku selalu membayangkan kamu tertawa setiap hari
Kenapa?
Tidak ada alasan pasti, hanya ingin saja
Lalu sambil mengusap dada aku bilang, tidak apa apa semua baik baik aja
Aku pernah hidup tanpamu, kamu pernah hidup tanpa aku
Hubungan kita hanya sebentar, jadi kita harusnya baik-baik saja
Jadi jika kamu bisa bahagia, aku juga harus bahagia kan?
Dan aku mulai memiliki kebiasaan setiap hari untuk membuat diriku tertawa
Berlama-lama didepan kaca, untuk memuji parasku sendiri
Memperbaiki penampilanku, karna aku ingin menarik dimataku
Mendandani diriku lebih baik, membuat aku merasa lebih cantik, ya hal hal seperti itu
Apapun ku lakukan untuk membuat diriku bahagia

Tahu kenapa?
Karna aku teringat ucapanmu
Bahwa seseorang yang mencoba mengakhiri dirinya, adalah seseorang yang egois
Tidak memikirkan dampak di sekitarnya
Tidak memikirkan bagaimana perasaan orang yang ditinggalnya
Aku tahu, kamu mungkin akan tertawa
Tapi didalam pikiranku, jika aku kembali menyakiti diriku
Tidak menutup kemungkinan, kamu akan menyalahkan dirimu
Tentu saja aku tidak ingin melihatmu hidup dalam rasa penyesalan
Kita sama sama punya rasa penyesalan yang belum selesai
Aku tidak ingin namaku muncul di daftar penyesalanmu
Bukan karna aku berpikir, mungkin saja kita bisa kembali
Hanya saja aku tidak ingin menyulitkanmu dan memberikanmu kenangan buruk

Karna aku tahu persis, bagaimana rasanya hidup didalam bayangan kenangan buruk
Bagaimana hidup dalam penyesalan, dan berjuang untuk bisa hidup setiap harinya
Aku sedang mengalami kejadian buruk ini
Kedepannya, ini akan menjadi kenangan paling menyakitkan dalam percintaanku
Sampai kapanpun aku tidak akan pernah mungkin bisa lupa
Bagaimana menit dapat membalik keadaan dan perasaan seseorang
Bagaimana waktu menunjukan cinta dan kasih sayang bukan hal utama dalam berhubungan
Bagaimana keadaan kita, bisa menjadi sejauh ini
Dan aku harus kembali adaptasi diwaktu sebelum kita bertemu
Dalam bentuk apapun, aku tidak ingin memberikan kenangan buruk pada siapapun di sekitarku
Cukup sampi disini, cukup sampai di aku.
Dan biar aku putuskan berhenti disini.

Bahagia lah, buktikan kepadaku keputusanmu adalah hal yang tepat
Waktu tidak akan menyembuhkanku
Tapi waktu akan memaksa aku menerima keadaan
Jadi segeralah
Sombong saja di hadapanku saat ini, betapa hidupmu jauh lebih mudah, dan lebih bahagia.
Biar sisa pertanyaan dikepalaku tetap ada disana
Karna tidak akan ada jawaban yang membuatku puas
Kamu sudah memutuskan untuk selamanya pergi
Tidak akan ada jawaban darimu yang mampu membuatku puas
Kenapa?
Karna masa kita sudah berakhir, dan kamu lebih dulu menyadarinya
Sedangkan aku masih berkutat dalam doa, dan berusaha menguatkan diri
Lalu berjanji pada diri sendiri
Sumpah,
Ini yang terakhir

Monday, April 27, 2020

1

Hari ini masih melelahkan
Masih berharap bahwa ini mimpi dan akan berakhir
Semua akan kembali baik baik saja saat aku membuka mata
Aku tidak pernah sadar bahwa kapan saja aku bisa kehilanganmu lagi
Dan saat itu terjadi, seperti biasa aku tidak bisa melakukan apapun
Sekeras apapun aku mencoba, sejauh apapun usaha yang ku tempuh
Pendirianmu tidak akan pernah goyah

Tentu saja bagiku ini tidak adil
Bagaimana bisa dalam sekejap kamu tidak lagi mengingat janjimu
Belum ada 2 bulan janji itu terucap, tapi kamu tidak menepatinya
Anehnya aku tidak marah, tapi jelas aku kecewa
Kilas balik hubungan kita muncul di pikiranku
Kenangan yang pernah membuatku bahagia
Aku berharap kamu mau memikirkan kembali, tapi seperti kataku
Tidak ada yang bisa aku lakukan saat kamu melangkahkan kakimu pergi

Bagaimana perasaanmu setelah pergi?
Apakah kamu merasa bebas? Nyaman? Bahagia?
Aku tidak tahu harus bagaimana terhadapmu sekarang
Dan aku tidak paham bagaimana kamu bisa bersikap seolah olah tidak ada apa apa
Seperi kamu baik baik saja
Ini sangat menyakitkan
Saat aku ditinggalkan karna penyakitku yang itu itu saja
Ada perasaan dalam diriku yang menyatakan keputusanmu tidak adil

Tapi aku tahu, kamu pasti akan berkata hidup memang tidak adil
Andai kamu tahu dan merasakan perasaanku saat ini
Andai kamu paham apa yang membuatku melakukan hal itu
Andai kamu mau menurunkan sedikit harga dirimu dan coba pahami maksudku
Andai kamu bisa melihat keadaanku saat ini

Aku seperti pengemis
Aku malu luar biasa kepadamu saat ini
Aku meminta sesuatu yang sudah bukan lagi milikku
Tapi aku tidak tahu harus apa
Tidak paham harus mulai dari mana
Yang aku bisa lakukan saat ini hanya menangis dan berdoa kamu kembali
Tapi rasanya kamu tidak akan kembali
Jadi aku bisa apa? Aku harus apa?
Aku malu selalu berlari ke arahmu
Tapi aku harus lari kemana lagi?
Karna yang aku tahu, tujuanku adalah kamu

Saat ini yang bisa aku lakukan adalah menyemangati diriku
Aku tidak ingin membebanimu dengan perasaan bersalah jika aku melakukan hal yang konyol
Dan mencoba beradaptasi dengan kondisi kita saat ini
Berbahagialah, aku mohon
Tunjukkan kepadaku keputusanmu saat ini adalah yang terbaik
Jika bukan untuk kita, paling tidak untukmu
Tunjukkanlah kepadaku, keputusanmu berpisah dariku adalah yang terbaik
Mungkin dengan itu, aku perlahan bisa melepasmu

Sunday, April 26, 2020

Rindu

Aku punya pertanyaan
Banyak sebenarnya
Bolehkah aku menanyakannya?
Kamu ingat saat kita pertama kali bertemu?
Masih ingatkan dengan baju yang ku pakai?
Dengan beban yang aku bawa?
Saat itu hidupku di ujung jurang
Dan aku mencarimu meminta pertolongan

Sekalipun aku tidak pernah meminta untuk bisa bersamamu
Aku tahu keadaanku, kamu tahu keadaanku
Waktu yang ku habiskan bersamamu terasa begitu menyenangkan
Aku merasa aman, merasa bahagia
Walaupun terkadang aku sadar, ini semua bisa berakhir kapan saja
Kamu bisa pergi meninggalkanku kapan saja

Di satu kesempatan, aku mengungkapkan semuanya
Butuh keberanian bagiku untuk bisa mengutarakannya
Aku tidak berharap kamu mengerti, apalagi memiliki perasaan yang sama
Aku justru mempersiapkan penolakan dari mu untuk yang kedua kalinya
Di luar dugaan, kamu justru menggapai perasaanku
Itu adalah kali pertama aku kembali merasakan bahagia
Aku bertekat dalam hati untuk menjagamu

Tapi hari ini aku justru membuatmu meninggalkanku
Mungkin aku terlalu percaya diri bahwa kamu tidak akan pernah berpisah denganku
Karna aku tidak menduakanmu, dan tidak akan pernah menduakanmu
Sampai kapanpun
Dan pada akhirnya kamu tetap meninggalkanku
Karna kebodohanku tentunya

Maafku tidak bisa mengubah pendirianmu kembali
Perjuanganku tidak lagi menyentuh hatimu
Kamu sudah memantapkan hatimu untuk berpisah dariku
Aku ingin marah, ingin teriak betapa aku kecewa, betapa kamu tega
Tapi mulutku terkunci
Dan keinginan itu runtuh saat akhirnya aku mengerti perasaanmu tidak sama lagi

Kamu bukan lagi laki-laki yang menatapku dibawah pohon teduh dan mengatakan semuanya baik-baik saja
Kamu bukan lagi laki-laki yang duduk disampingku dan berjanji untuk selalu bersamaku
Kamu bukan lagi laki-laki yang berada didepanku dan berkata akan menunggu sampai aku siap
Kamu bukan lagi laki-laki yang tersenyum saat melihat aku berjalan ke arahmu
Kamu bukan lagi laki-laki yang berjanji akan mempertanggung jawabkan perbuatanmu
Kamu bukan lagi laki-laki yang memujiku saat rambutku terkucir diatas dengan tetesan air di dahiku
Dan yang paling ku sadari, kamu bukan lagi laki-laki yang selalu menunggu kabar dariku

Andai aku bisa membuatmu mengerti apa yang aku rasakan saat ini
Andai aku bisa mengungkapkan isi hatiku tanpa menyinggung perasaanmu
Andai aku bisa menarik kembali ucapan ku yang membuatmu merasa diragukan dan tidak dihargai
Andai aku bisa menemuimu hari ini
Andai aku bisa melakukan apa saja untuk membuatmu mengerti

Tapi usaha yang ku lakukan malah semakin membuatmu menjauh, dan membuat jarak yang besar diantara kita.
Aku tidak pernah meminta untuk menjadi orang yang cacat, aku tidak pernah berniat untuk membuatmu merasa tidak nyaman apalagi sampai tertekan
Tapi kenapa semua yang ku lakukan malah membuatmu merasa demikian?

Aku rindu
Tapi aku tidak berani mencarimu karna aku tahu kita sama sama butuh waktu
Paling tidak, aku butuh waktu.
Untuk bisa menerima keputusanmu.


Saturday, April 25, 2020

The New Moon

Aku ingat pernah berdiri di tepi pantai kala malam
Saat itu rembulan sedang bersinar terang sampai cahayanya memantul di permukaan air
Sepintas bayangan itu terlihat sama, seakan tidak ada bedanya
Karna aku menyukai rembulan aku perjalan berjalan ke arah pantulan cahaya itu
Jika tidak bisa menyentuh rembulan yang asli, paling tidak aku bisa menyentuh pantulannya
Toh tidak ada bedanya, keduanya bercahaya terang
Keduanya menjanjikan cahaya benderang di malam gelap ini
Langkah pertama aku semakin melihat keindahannya
Langkah kedua aku semakin kagum dengan silau cahayanya
Langkah ke tiga aku semakin mendekat untuk meraihnya
Langkah ke empat aku yakin ini adalah rembulan milikku
Tidak puas melangkah akupun berlari kencang
Dan hanya butuh beberapa menit sebelum aku tenggelam dan terbawa ombak
Aku tidak bisa bernafas, dadaku sakit
Aku tidak bisa berfikir, kepalaku kekurangan oksigen
Aku tidak bisa teriak, seluruh wajahku dibalut air ombak
Untuk sesaat aku berdoa pada Tuhan untuk ambil saja nyawaku
Hanya dalam hitungan menit aku kehilangan hidupku
Kehilangan kebahagiaanku
Ingin teriak bahwa hidup ini tidak adil, tapi aku malu pada rembulan
Rembulan berkata, hidup memang tidak pernah adil jadi apa yang mau kau lakukan
Tapi ini benar benar tidak adil
Bagaimana bisa aku kehilangan secepat itu
Rembulan itu milikku kenapa tidak bisa ku gapai
Lalu aku teringat sesuatu yang kembali menyadarkan ku
Rembulan berada tinggi diatas langit, keindahannya dapat dinikmati semuanya
Aku bukan siapa siapa, mengapa begitu tinggi berharap?
Ingat dimana kamu berdiri dulu
Kamu hanya anak sma yang berdiri dipinggir pantai melihat rembulan
Apa yang kau harapkan?
Jangan bermimpi, kelak saat bangun rasanya akan seperti terbunuh
Jangan menangis, dari awal kamu pun tahu semua ini semu
Punguti sisa harga dirimu, ya jika memang masih ada
Tersenyum lah
Sejatinya kamu diciptakan untuk selalu mengangguk dan tersenyum

Sunday, March 1, 2020

The Winter

Hari ini umurku 24, dua tahun sudah ulang tahun ku lewati tanpa senyumnya.
Tak ada lagi yang rajin berteriak selamat ulang tahun saat tengah malam.
Saat tahun pertama, aku pikir suasana hatiku masih berduka.
Sehingga malam spesial itu berlalu begitu saja.
Tapi malam ini, rasanya sama saja.
Tidak ada yang berbeda, aku sendiri ditemani pikiranku.
Mengingatkan aku kembali pada rasa sepi saat akhirnya kau benar-benar pergi.
Hari dimana kamu akhirnya benar-benar menutup matamu untuk selamanya.

Hari pertama, suasana duka itu sudah melekat didalam darahku.
Dalam suasana duka itu, pikiranku rancu tidak tahu apakah ini nyata atau hanya mimpi.
Saudara, kerabat, dan teman datang mengunjungi.
Mengulurkan tangannya, mengucapkan bela sungkawa dan terkesan berusaha menguatkan.
Beberapa dari mereka menangis, entah merasa kehilangan atau kasian pada kami yang sedang kehilangan.
Suasana rumah ramai, terdengar lantunan ayat suci dari berbagai arah.
Tapi aku tetap merasa sepi.
Kamu masih disini, terbaring diatas kasur kayu berwarna coklat.
Rambut panjang ikalmu masih tergerai dengan indah.
Kamu tidak terlihat kaku, kamu hanya terlihat seperti tertidur sambil tersenyum.
Wajah cantikmu tidak ada yang berubah.
Kamu tetap adikku yang paling cantik.

Hari Kedua, suasana duka itu seperti mengawang dan semakin mengawang.
Aku terbangun dari tidur, dan mencari sosokmu yang selalu tidur disamping kiriku.
Untuk sesaat aku lupa, dan luka itu kembali memasuki rongga dadaku.
Rasanya menyakitkan, saat terbangun dan kamu tidak ada di sisi kiriku.
Aku berlari keluar, dan sosokmu kembali terlihat diatas kasur kayu coklat itu.
Kamu tetap terlihat seperti tertidur.
Aku menampar wajahku, berharap terbangun dari mimpi buruk ini.
Tapi sekeras apapun tamparanku, aku tidak pernah terbangun.
Sekali lagi aku sadar ini bukan mimpi.
Dan semakin terasa bukan mimpi, saat orang orang itu membalutmu dengan kain putih.
Mendandani wajahmu dengan "riasan" itu.
Hari terakhir aku memoleskan riasan di wajah cantikmu.
Lalu orang-orang itu mulai membawamu dengan keranda hijau.
Takbir bergema dari mulut mereka, mengiringi mereka yang membawamu ke tempat peristirahatan terakhir,
Azan dikumandangkan, orang-orang mengelilingi.
Nafasku hampir terhenti, saat mereka mulai menutupi badanmu dengan papan kayu.
Sampai akhirnya aku tidak bisa lagi melihatmu.
Dan hari itu, kita benar-benar dipisahkan.
Kami semua tahu, kamu sudah "pergi".
Dan kami berusaha bertahan dengan senyuman.
Lalu keramaian yang pertama dirasakan mulai menghilang.
Satu persatu saudara, kerabat, dan teman mulai kembali kerumahnya.
Menyisakan aku dan keluargaku dalam hening.
Didalam kehilangan dan duka itu, rasa sesak kembali berkuasa atas tubuhku.
Menyaksikan papa, mama, dan adikku menangis kehilanganmu membuatku semakin tidak bisa bernafas.

Hari ketiga, masih dalam suasana duka.
Aku diperintahkan untuk menyembunyikan semua fotomu dirumah.
Bukan karna kami tidak lagi mencintaimu atau ingin melupakanmu.
Kesehatan papa seperti memburuk saat kamu pergi.
Sehingga aku ditugaskan untuk menyembunyikan semua foto-fotomu.
Untuk pertama kalinya dalam hidup, aku merasa tidak bersyukur masih diberikan kesempatan untuk bernafas.
Mengapa Tuhan memberikan aku nafas, jika Tuhan mengambil sesuatu yang sangat berharga bagiku.
Yang kehadirannya sepenting oksigen bagiku.
Mengapa Tuhan mengambil sumber kekuatanku, kebahagiaanku, kehidupanku.
Rasanya seperti Tuhan mengambil sebagian dari tubuhku, dan menyuruhku untuk tetap hidup dengan sebagian tubuhku yang ia tinggalkan.
Aku berdoa, untuk bisa bertemu dengannya kembali.
Dan aku benar-benar kembali bertemu denganmu dalam mimpi.
Dalam mimpiku, kamu masih hidup, dan kamu baik baik saja.
Tuhan seperti mempermainkanku.
Mengambil ragamu dalam kenyataan, dan menghidupkanmu dalam mimpiku.
Tidurku mulai terganggu, aku mulai sering terbangun di pagi buta.
Tidak bisa makan, tidak bisa tidur, bahkan tidak jarang aku harus berjuang untuk bernafas.
Dokter menyaranku untuk pergi ke psikolog, dan psikolog menyaranku untuk pergi ke psikiater.
Tidak ada satupun dari mereka yang berhasil membuatku kembali.
Aku masih tidak ingin menerima kenyataan.

Hari keempat, suasana duka yang membuatku berulang kali ingin mati.
Untuk pertama kalinya dalam hidup, aku menyakiti tubuhku.
Dimulai dari meminum obat penahan rasa sakit.
Sampai berusaha untuk memukul, bahkan menyilet diriku.
Semua yang kulakukan, tidak ada yang berhasil membuatku merasakan sakit.
Aku ingin merasakan sakit yang lebih besar dari apa yang dirasakan oleh hatiku.
Setidaknya saat itu, aku berpikir cara itu berhasil.
Namun tidak ada satupun caraku yang berhasil membuatku merasakan sakit.

Aku sendirian.
Tidak ada tempat untuk mengadu.
Aku membenci tatapan kasian dari orang orang disekitarku.
Aku berusaha untuk kuat, walau rasanya ingin sekali untuk mati.
Tidak sedikit yang menertawakanku, atau justu mencelaku.
Dimulai dari kata lemah, sampai kafir ditunjukkan untukku.
Hanya karna aku merasa kesepian.
Hanya karna aku merasa belahan hatiku pergi.
Hanya karna aku merasa tidak lagi semangat untuk hidup.
Mereka tidak tahu, berapa banyak rencanaku yang terhenti saat kamu menghembuskan nafas terakhirmu.
Dunia seperti sepakat untuk menjatuhkanku.
Saat mereka mengambil bagian dalam diriku, aku masih berusaha tegar.
Karna aku tahu, ada kamu dirumah yang menungguku.
Lalu tiba-tiba semangatku, nafasku, direnggut.
Dan dunia tidak ingin memberikan kesempatan untukku berduka.
Tuhan terlihat samar bagiku.
Manusa terlihat menyeramkan untukku.
Rasanya aku ingin menyerah.

Aku tidak lagi berjuang untuk melawan dunia.
Aku berjuang untuk diriku setiap harinya agar bernafas.
Aku berjuang untuk diriku setiap harinya agar tidak melakukan hal-hal yang dapat menyakitiku.
Aku berjuang untuk diriku setiap harinya agar bisa bahagia.
Aku berjuang untuk diriku setiap harinya agar bisa menerima kenyataan.
Tanpa uluran tangan siapapun, tanpa genggaman tangan siapapun.

Dan karna aku pernah merasakannya.
Dan karna aku tahu bagaimana sulitnya.
Dan karna aku paham sesakit apa.
Aku berusaha untuk hadir disetiap luka sekitarku.
Berusaha menjadi penghibur, dan menutup lukanya.
Mengerti keadaan sekitarku, memaklumi keadaan sekitarku.
Walau kadang kadang rasanya sangat tidak menyenangkan untukku.
Walau kadang kadang rasanya menyakitkan

Dan entah sejak kapan, rasa sakit itu seperti sebuah candaan.
Tidak ada lagi hal didunia ini yang rasanya menandingi rasa sakitku saat kehilangamu.
Sehingga sesakit apapun aku saat ini.
Bahkan jika harus berbagi kebahagiaan dengan yang lain.
Asal mereka tidak merasakan rasa sakit yang dulu pernah aku rasakan saat kehilanganmu.
Aku bisa menahannya.
Aku pasti bisa menahannya.
Yang perlu aku lakukan hanya bersikap biasa.
Aku hanya perlu bernafas, meangkat daguku, menatap kedepan, dan berjalan.

Rasa sakit itu seperti salju bagiku.
Saat pertama datang, ia datang bertubi-tubi meninggalkan rasa dingin.
Hanya rasa dingin, dan beberapa butiran salju yang menempel pada hatiku.
Lalu, lama kelamaan ia bertumpuk.
Tidak hanya membekukan, tapi juga menutupi sebagian hatiku.
Dan karna aku sudah terbiasa dengan rasa dingin itu dihatiku.
Lama kelamaan aku seperti berteman baik, dan saat ia hadir aku tersenyum.
Walaupun aku tahu, ia akan meninggalkan banyak butiran salju pada hatiku.
Dan mungkin suatu saat akan membuat hatiku benar-benar berhenti karna dinginnya, saat aku sudah tidak bisa lagi mencari matahari.


Wednesday, January 29, 2020

06 Desember 2000

Aku rindu, tidak ada satu malam lepas dari wajahmu
Dulu berpergian terasa begitu mudah, ada kamu yang selalu merengek untuk ikut
Jam 12 malam adalah waktu terbaik untuk kita bertukar cerita
Bahkan untuk berdiri didepan kompor panas hanya untuk membuatkanmu sepiring makanan
Pasar menjadi surga bagiku, karna disana aku bisa berburu bahan makanan spesial untukmu
Baunya pasar menjadi bukan apa apa ketika aku mengingat ekspresimu ketika makan
Tidur pagi merupakan sebuah kewajiban karna aku harus memastikanmu tidur lebih awal
Kamu mungkin terlihat judes dan galak, padahal kapas saja tidak selembut hatimu
Senyummu sederhana, tapi ada kehangatan yang tidak akan tergantikan
Cahaya adalah kata yang tepat untukmu, karna kamu adalah penerang kami semua
Masa depan kami belum jelas, tapi kami tahu jalan yang akan kami tapakki
Aku, aku tahu jalan yang akan aku pilih
Didalam otakku yang mungil ini, terbayang aku sedang membangun sekolah untuk anak anak
Dan kamu adalah tenaga pertama yang aku butuhkan
Aku tidak tergiur bekerja diperusahaan, bagiku memiliki usaha kecil denganmu sudah melebihi kata cukup
Aku menuruti perkataanmu, jika bagimu pasanganku tidak baik dan kau tidak menyukainya akan ku lepaskan
Aku bahagia mengenalkanmu kepada lingkunganku walaupun mereka tidak yakin kita saudara kandung
Aku yang dulu sempat membenci keberadaanmu perlahan justru menjadikanmu prioritas hidupku
Lalu tuhan jahat
Setidaknya bagiku saat itu tuhan jahat
Tuhan ambil satu satunya manusia yang membuatku kuat dan bertahan
Bukan saja runtuh, duniaku hilang
Sebagian jiwaku hilang
Aku marah, tapi tidak tahu kepada siapa
Menangis saja tidak cukup sebagai ungkapanku atas kehilanganmu
Mati adalah kata yang berkali kali terbesit dikepalaku
Aku mau mati
Aku mau menyusulmu
Aku mau berada didekatmu
Lalu setelah kepergianmu hari terasa berat
Bernafas terasa sangat menyakitkan
Pintu didalam hidup dan diriku, aku tutup rapat dan sempurna
Tidak boleh ada yang tau aku seterpuruk ini
Karna marahku pada Tuhan, aku berniat meninggalkannya
Lalu hidupku semakin sengsara, duka seperti memelukku erat dengan senyuman
Dan kegelapan mulai menyelimuti kehidupanku, mengalir di dalam nadiku, berdenyut di dalam jantungku
Aku, duka, sengsara, dan kegelapan perlahan saling merangkul seperti teman baik
Jujur aku menyukainya dan itu sangat nyaman bagiku
Tapi realita tidak kalah jahat dengan Tuhan, ia tidak ingin aku bersahabat dengan mereka 
Ia ingin aku sadar, kembali
Ia berteriak padaku “ayo hidup lagi!!”
Tubuhku serasa ditarik kedua sisi, rasanya sakit sampai aku ingin merobek badanku menjadi dua
Bangun tidur kemudian menjadi aktifitas paling menyebalkan dalam keseharianku
Aku harus menentukan apakah hari ini aku akan menjadi orang yang bahagia?
Dan apakah aku hari ini harus berjuang melawan diriku lagi untuk bisa bernafas?
Dek, aku lelah 
Aku takut sekali mati, tapi hidup tanpamu rasanya seperti terbaring koma
Kadang muncul dalam pikiranku, kenapa harus tante kita yang kau jemput
Kenapa bukan aku?
Aku rindu, rasanya mau mati saking merindu

Thursday, November 21, 2019

The Sun

Pagi ini pikiranku rancu,
Mencoba mencari ingatan bagaimana kita bertemu.
Lucunya tingkah lakumu masih menjadi candu bagiku.
Ternyata ingatanku tentang mu masih sebaik itu.
Bagaimana dulu aku memandangmu.
Bagaimana dulu aku menilaimu.
Dan bagimana dulu aku mengumpulkan keberanian untuk mencintaimu.

Semua kilas balik tentangmu masih terasa menyenangkan.
Memberikan banyak kebahagiaan.
Mengajarkan sedikit kesempurnaan.
Tentu saja mencintaimu butuh pengorbanan.
Dan menyukaimu merupakan sebuah larangan.

Namun entah bagaimana, aku masih berani.
Padahal aku tahu, kedepannya perasaan ini akan mati.
Aku tidak bisa menyalahkan siapapun atas ini.
Bukan karna kamu manusia tidak berhati.
Hanya saja, saat itu perasaan yang aku miliki belum berarti.
Bahkan ketika pada akhirnya, kaupun pergi.

Dengan segala kegoisanku yang bodoh.
Yang aku lakukan hanya membuatmu semakin menjauh.
Menjauhnya dirimu, mampu membuat ku berhenti melangkah.
Sambil menontonmu dalam diam dan resah.
Aku akhirnya memutuskan untuk pergi dan pasrah.
Ukiran senyummu masih tersimpan dengan rapih.
Hanya saja dari awal memang cinta ini tidak pernah dizinkan untuk bergairah.

Tidak banyak yang berubah dari kita.
Aku tetap melanjutkan aktivitasku, dan kau masih terlihat bahagia.
Sampai tiba saatnya.
Perpisahaan yang sebenarnya.
Ruangan itu menjadi saksi bisu ketika aku berdoa.
Percayalah, doa adalah pengantar rindu yang paling tidak berdosa.

Tidak pernah sedikitpun terpikirkan, hari ini kita akan saling bertatapan.
Perasaan yang sempat hilangpun kembali datang.
Belajar dari kesalahan, kali ini aku bertekad mencintaimu dalam diam.
Hanya akan membuatmu nyaman dan tertawa.
Tidak lagi ada paksaan.
Aku memilih untuk menghindari perpisahan lainnya.

Bertemu denganmu selalu saja berdekatan dengan bulan November.
Tuhan seperti punya cara untuk mengajak kita bercanda.
Kemarin Tuhan buat aku menangis di tanggal yang sama.
Sekarang Tuhan buat aku tertawa bahagia di tanggal yang sama.
Apa memang dari dulu hidup sudah selucu itu?.
Atau aku yang dari dulu hidup tidak pernah melucu?.

Aku tidak lagi menggebu untuk untuk mendapatkanmu.
Bahkan kutanamkan pada diri ini untuk tidak lagi berangan bersamamu.
Bukan karna dirimu yang ku pandang rendah.
Justru karna pandanganku padamu tidak pernah berubah.
Dan aku cukup tahu diri siapa aku.
Sehingga impianku bukan lagi mendapatkanmu.
Melainkan menjadi seseorang yang sangat dan selalu berarti untukmu.
Selamanya.
Sampai di kehidupan berikutnya.

Tapi Tuhan baik.
Kemarin pagi Tuhan berikan aku bukti kasih.
Yang bahkan dulu tidak berani untuk aku imajinasikan.
Saat itu sekitar jam 4 pagi.
Dan kita masih asik bertukar cerita.
Yang kemudian berlanjut menjadi ajang kejujuran.
Tentang bagaimana kita, bagaimana perasaan kita.
Aku seperti remaja kembali, pipiku memerah dan kau tertawa mengetahuinya.

Jika saja aku tahu Tuhan akan berikan aku kesempatan untuk lebih dekat denganmu.
Aku akan jauh lebih sabar menghadapimu dari dulu.
Semoga disetiap detikmu kedepannya, terselipkan tawa dariku.
Selalu.




Tuesday, November 19, 2019

The Moon

Sebelum matahari berhenti memberikan rembulan cahaya.
Sebelum rembulan tidak lagi dikenal, karna matahari tidak lagi mengasihinya.
Sebelum bintang menjadi satu satunya yang terlihat dilangit malam.

Setelah matahari berhenti memberikan rembulan cahaya.
Setelah rembulan tidak lagi dikenal, karna matahari tidak lagi mengasihinya.
Setelah bintang menjadi satu satunya yang terlihat dilangit malam.

Diantara sebelum dan setelah matahari berhenti memberikan rembulan cahaya.
Disanalah posisiku sedang di pertaruhkan sekarang.
Sedang menantang hidup, sedang bercanda dengan takdir.
Diantara sebelum dan setelah rembulan tidak lagi dikenal, karna matahari tidak lagi mengasihinya.
Dirembulan itulah aku berdiri sekarang.
Sedang menunggu waktu untuk tidak dikenal, karna tidak lagi cukup baik untuk dikasihi.
Diantara sebelum dan setelah bintang menjadi satu satunya yang terlihat dilangit malam.
Disanalah aku sedang iri menatap sekitarku mulai mendapatkan perhatian atas usahanya sendiri.
Sedang menangis marah, mengapa aku memilih terlahir sebagai rembulan.

Mengapa aku tidak hidup sebagai matahari atau bintang? Mengapa harus rembulan?.
Mengapa aku justru memilih hidup sebagai yang paling lemah?.
Mengapa aku bisa hidup dari belas kasih?.

Kenapa tidak aku saja yang memberikan belas kasih?.
Kenapa tidak aku saja yang bercahaya paling terang ketika siang?.
Kenapa tidak aku saja yang berkedip disaat teduhnya langit malam?.

Apa dosaku sampai harus menjadi rembulan?.
Apa salahku sampai tuhan menghukumku menjadi rembulan?.
Apa kejahatanku sampai semesta membiarkan aku menjadi rembulan?.

Bagaimana aku hidup sekarang?.
Bagaimana aku berharap bisa bersinar lagi?.
Bagaimana aku mampu bersaing dengan bintang lain?.

Semasa hidup aku hanya ingin di cintai, di terima, di sayangi.
Sesulit itukah? semahal itukan permintaanku sampai tuhan mengutukku menjadi rembulan?.
Jika benar aku hanya mampu hidup dengan sinar orang lain, untuk apa aku hidup?.
Jika benar aku hanya sekedar rembulan bagi sebagian matahari, kenapa aku dilahirkan?.
Egoiskah permintaanku?.
Keparatkan permintaanku?.

Sekarang, aku harus bagaimana?.
Bagaimana seseorang mau menerimaku yang sudah tidak lagi dikasihi matahari?.
Apa yang mampu aku jual dalam diriku untuk mendapatkan keinginanku?.
Sekarang, aku hanya kenangan bagi sebagian orang.
Bagaimana seseorang bisa menerimaku disaat aku sendiri sudah tidak layak untuk dilihat.
Apa yang disebut keinginan aku tidak lagi ingat.

Aku tetap hidup, didalam bayangan bintang yang bersinar terang, dibalik cerahnya matahari siang.
Hidupku ada bukan lagi untuk di cintai.
Hidupku ada untuk menjadi sejarah bagi sebagian orang.
Aku tetap hidup, tapi tidak lagi sanggup memiliki.
Hidupku ada bukan lagi untuk memiliki.
Hidupku ada untuk menjadi lompatan mu di samudra.

Kemarin, bahkan hari ini tidak ada yang berubah.
Pada akhirnya, tetap saja arti dari rembulan tidak akan pernah berubah.
Rembulan sama saja dengan ketidakpastian, ketidakmungkinan, sesuatu yang mustahil.
Dan aku akan tetap menjadi rembulan.
Yang tidak pasti dengan kelayakanku untukmu.
Yang tidak mungkin membuatmu bangga berada disisiku.
Yang mustahil untuk bisa diajak berjalan beriringan.